Sejak November 2013 hingga sekarang, jumlah buku yang saya baca berkurang drastis dibanding kurun waktu sebelumnya--katakanlah sepuluh sampai dua puluh tahun ke belakang dari masa itu.
Merasa diri hobi membaca dan menulis, tapi semakin jarang membaca buku, sesungguhnya membuat saya malu. Tapi, sudahlah. Saya
Pertengahan September 2017, saya kopdar dengan Mbak Barbara Eni Priyanti, di Togamas Petra, Pucang Anom Timur. Mbak Eni yang baru saja menang lomba menulis cerita PAUD ini menraktir saya buku cerita bergambar sebanyak 3 judul. Salah satunya buku Cepatlah, Bello! karya Jackson.
Setelah belanja buku dan ngobrol di kafe di bawah toko buku, kami berpisah dengan janji untuk bertemu lagi di lain kesempatan.
Di rumah, saya disambut Arvin (4 tahun kurang 2 bulan), dan saya tunjukkan buku-buku hadiah dari Mbak Eni itu padanya. Bello rupanya yang pertama menarik perhatiannya. Dalam waktu beberapa jam saja setelah saya bacakan, Arvin cepat hafal adegan demi adegan dan kata-kata kunci dalam buku ini.
'Pemburunya bawa apa?'
'Bawa salingan,' sahutnya dengan suara cadel.
'Jaring, Nak. Bukan saringan.'
'Bello dan teman-temannya mau ke mana?'
'Ke Hutan Balat.'
'Habis itu ngapain?'
'Lihat kupu-kupu.'
'Apa lagi, Sayang?'
'Capung.'
'Bello kaget waktu wajahnya kena sorot...?'
'Sentel.' Maksudnya, lampu senter.
Begitulah respons Arvin. Dia paling suka ketika saya memeragakan adegan saat Bello terkejut karena tersorot sinar lampu senter pemburu. 'Aduh, silau!' Saya memeragakan adegan itu dengan gaya yang bisa membuat Arvin tetap mengikuti jalan cerita sampai selesai. Dan Arvin selalu tergelak setiap kali saya dan dia menirukan kalimat itu.
Saya rasa, misi Jackson sukses dengan buku ini. Pesannya sampai pada pembaca cilik. Dan karena itulah, saya merasa perlu membaginya melalui blog ini.
Saat memulai menulis review, saya sudah lupa bagaimana caranya. Oh ya, buka saja folder resensi di laptop. Enam-tujuh tahun yang lalu saya pernah menulis resensi buku di Kompas Anak (resensi buku anak di sini lebih pada ulasan dan sinopsis, tidak serumit resensi buku-buku umum untuk pembaca usia dewasa). Ah, jadi rindu masa-masa ketika Kompas Anak masih terbit mingguan di harian Kompas, ketika saya menjadi bagian dari kontributor naskah di sana. Sedih mengingat Kompas Anak berhenti terbit pada Februari 2016.
Membaca lagi resensi yang pernah saya tulis di Kompas Anak, atas buku cerita berjudul Kelinci yang Sombong, menjadi pengingat dan penyemangat saya untuk terus membaca dan menulis.
Aduh, silau! Kalau anak-anak yang kubacain bilangnya: aduh, sulap! Hehehe...
ReplyDeleteKutunggu video read aloud-nya di YouTube ya Mbak Eni π
Delete